Etika dan Moralitas
Pengertian Etika
Etika merupakan kata benda abstrak yang bersifat umum. Secara khusus penggunaan kata etika ialah misalnya etika profesi, kode etik, perilaku etis. Etika berasal dari bahasa Latin (ethicus) yang berarti karakter atau berperilaku. Berbagai definisi atau pengertian etika :
- Nilai, norma, dan moral yang dijadikan pegangan orang/kelompok. (Bertens 1993)
- Kumpulan azas/nilai moral dan kode etik
- Ilmu tentang perbedaan tingkah laku yang baik dan buruk dalam kehidupan manusia.
- Cara manusia memperlakukan sesama dan menjalani hidup dan kehidupan dengan baik, sesuai aturan yang berlaku di masyarakat. (Algermond Black 1993)
- Yang paling sederhana: Perilaku standar yang dirumuskan oleh suatu ras atau bangsa.
- Pengetahuan tentang moral, pengembangan studi tentang prinsip-prinsip tugas manusia.
- Pengetahuan tentang filsafat, atau pengetahuan tentang perilaku moral. Perilaku moral artinya perilaku yang mempertimbangkan baik dan buruk, atau tentang apa yang harus dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan.
- Pengetahuan tentang kewajiban moral, atau lebih luas lagi, pengetahuan tentang perilaku manusia yang ideal dan hasil akhir tindakan manusia yang ideal.
- Kamus Bahasa Indonesia : Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang tidak sesuai dengan ukuran moral atau akhlak yang dianut oleh masyarakat luas.
- Ukuran nilai mengenai apa yang salah dan benar sesuai dengan anggapan umum (anutan) masyarakat.
Dari kata etik (bahasa Inggris: ethics) atau etika telah diturunkan :
- Etiket (dari bahasa Belanda), yaitu carik kertas yang ditempelkan pada kemasan barang-barang dagang yang bertuliskan nama, isi, dan aturan penggunaan barang itu.
- Etiket (dari bahasa Perancis: etiquette), ialah adat sopan santun atau tata krama yang perlu selalu diperhatikan di pergaulan agar hubungan selalu baik.
- Etichals (Inggris), ialah golongan obat yang tidak boleh dijual tanpa resep, yaitu Obat Daftar G dan O..
Sejarah Etika
Telaah etika sebagai suatu pengetahuan dapat ditelusuri sampai kurang lebih 2500 tahun silam pada saat Socrates (seorang filsuf) mengungkapkan etika itu sebagai sesuatu yang diatur oleh prinsip-prinsip yang mendapat pengakuan umum masyarakat, yaitu bahwa ”sesuatu yang dianggap baik oleh seseorang juga baik bagi semua orang, dan apa yang menjadi kewajiban tetangga juga menjadi kewajiban saya” (Socrates 470-347 SM adalah ahli pikir/filosof Yunani yang meletakkan dasar-dasar filsafat).
Bukan berarti bahwa pada zaman Yunani kuno itu diciptakan pengetahuan tentang etika. Yang benar ialah bahwa pada waktu itu mereka telah mengembangkannya secara ilmiah dan terorganisasi dalam usaha mempelajari cara hidup dan perilaku manusia. Telah diketahui pula bahwa jauh sebelum zaman itu masyarakat kuno telah mengenal kebiasaan-kebiasaan, peradaban, ritus dan upacara-upacara yang menunjukkan bahwa mereka telah menyadari adanya ketentuan-ketentuan alam dan masalah perilaku individu, kelompok atau suku bangsa. Masyarakat zaman dahulu telah mempelajari bahwa kelangsungan hidup, kedamaian dan kebahagiaan bagi setiap individu atau kelompok hanya dapat dijamin dengan cara hidup sesuai aturan yang telah ditetapkan oleh kelompok itu. Adanya berbagai ritus dan upacara membuktikan bahwa mereka telah mempunyai aturan perilaku dan moral yang dianggap perlu demi untuk kesejahteraan masyarakat secara umum.
Kegunaan Etika
Berbeda dengan ajaran moral, etika tidak dimaksudkan untuk secara langsung dapat membuat manusia menjadi lebih baik. Etika adalah pemikiran sistematis tentang moralitas. Terdapat empat alasan mengapa etika semakin diperlukan pada zaman ini.
Pertama, masyarakat sekarang ini semakin pluralistik atau majemuk, baik dari suku, daerah, agama yang berbeda-beda; demikian pula dalam bidang moralitas. Kita berhadapan dengan sekian banyak pandangan moral yang sering saling bertentangan. Mana yang mau diikuti, apakah yang diterima dari orang tua kita dahulu, moralitas tradisional desa, atau moralitas yang ditawarkan melalui media massa ?
Kedua, masa transformasi (perubahan) masyarakat yang tanpa tanding. Perubahan yang diakibatkan gelombang modernisasi merupakan kekuatan yang menghantam semua segi kehidupan manusia. Kehidupan di kota sudah jauh berbeda dibanding tahun-tahun sebelumnya. Dalam transformasi ekonomi, sosial, intelektual dan budaya itu nilai-nilai budaya tradisional ditantang semuanya. Dalam situasi inilah etika membantu kita agar jangan kehilangan orientasi, dapat membedakan antara apa yang hakiki dan apa yang boleh saja berubah, dan dengan demikian tetap sanggup untuk mengambil sikap-sikap yang dapat kita pertanggungjawabkan.
Ketiga, perubahan sosial budaya yang terjadi itu dapat dipergunakan oleh pelbagai pihak untuk memancing di air keruh. Mereka menawarkan ideologi-ideologi mereka sebagai obat penyelamat. Etika dapat membuat kita sanggup untuk menghadapi ideologi tersebut secara kritis dan objektif, dan untuk membentuk penilaian kita sendiri, agar tidak terlalu mudah terpancing. Etika juga membantu kita jangan naif atau ekstrem, yaitu jangan cepat-cepat memeluk segala pandangan yang baru, tetapi juga jangan menolak nilai-nilai hanya karena baru dan belum biasa.
Keempat, etika juga diperlukan oleh kaum agama yang di satu fihak menemukan dasar kemantapan mereka dalam iman kepercayaan mereka, dan di lain pihak sekaligus mau berpartisipasi tanpa takut-takut dengan tidak menutup diri dari semua dimensi kehidupan masyarakat yang sedang berubah itu.
Etika dan Agama
Etika memang tidak dapat menggantikan agama, tetapi di lain pihak etika juga tidak bertentangan dengan agama, malahan diperlukan oleh agama. Terdapat 2 masalah dalam bidang moral agama yang tidak dapat dipecahkan tanpa menggunakan metode-metode etika.
Pertama, ialah masalah intpretasi terhadap perintah atau hukum yang termuat dalam wahyu. Masalahnya tidak terletak pada sudut wahyu itu sendiri, melainkan pada sudut kita sebagai manusia yang harus menangkap artinya. Manusia secara hakiki terbatas pengetahuannya, sehingga tidak pernah mendapat kepastian secara seratus persen apakah ia memahami maksud Allah yang termuat dalam wahyu secara tepat. Karena keterbatasan pengetahuan manusia itu, dapat saja ia keliru dalam membaca wahyu. Dan justru yang menyangkut kebijaksanaan hidup, para ahli dari agama yang sama pun sering berbeda pendapatnya tentang apa yang sebenarnya diharuskan atau dilarang dalam kitab wahyu. Untuk memecahkan masalah itu perlu diadakan interpretasi yang dibahas besama sampai semua sepakat bahwa itulah yang mau disampaikan Allah kepada manusia. Dalam usaha untuk menemukan apa pesan wahyu yang sebenarnya bagi kehidupan manusia itulah perlu digunakan metode-metode etika. Begitu juga etika merangsang kita untuk mempertanyakan kembali pandangan-pandangan moral agama kita. Tidak jarang ditemukan bahwa sesuatu yang kita anggap sebagai ajaran agama kita, ternyata hanyalah pendapat satu aliran teologis atau mazhab hukum tertentu, sedangkan apa yang dikatakan dalam kitab suci ternyata mengizinkan interpretasi yang lain.
Kedua ialah bagaimana masalah-masalah moral yang baru, yang tidak langsung dibahas dalam wahyu, dapat dipecahkan sesuai dengan semangat agama itu. Bagaimana menanggapi dari segi agama masalah moral yang belum terfikirkan pada waktu wahyu diterima. Contohnya ialah misalnya bayi tabung atau pencangkokan ginjal. Kedua contoh itu dalam kitab wahyu apapun tidak dibicarakan secara eksplisit., jadi paling-paling dapat ditangani melalui kias. Untuk mengambil sikap yang dapat dipertanggungjawabkan terhadap masalah-masalah itu diperlukan etika.
Sebenarnya tidak perlu heran bahwa kaum agama pun memerlukan etika. Etika adalah usaha manusia untuk memakai akal budi dan daya pikirnya untuk memecahkan masalah bagaimana orang harus hidup apabila ia mau menjadi baik. Akal budi itu ciptaan Allah, dan tentunya diberikan kepada manusia untuk dipergunakan dalam semua dimensi kehidupan, bukannya disimpan saja. Karena itu orang beragama pun hendaknya mempergunakan anugerah Sang Pencipta itu, bukannya dikesampingkan dari bidang agama. Itu sebabnya mengapa justru kaum agama diharapkan betul-betul memakai rasio dan metode-metode etika.
Metode Etika
Seperti halnya dalam semua bidang filsafat lain, para ahli etika pun selalu berselisih faham tentang metode yang tepat untuk digunakan. Namun demikian ada satu cara pendekatan yang dituntut dalam semua aliran yang tergolong etika, yaitu pendekatan kritis. Pada hakekatnya etika mengamati realitas moral secara kritis. Etika tidak memberikan ajaran, melainkan menelaah kebiasaan-kebiasaan, nilai-nilai, norma-norma, dan pandangan-pandangan moral secara kritis. Etika menuntut adanya pertanggungjawaban dan menyingkap adanya suatu kerancuan. Etika menuntut pertanggungjawaban moral yang dikemukakan itu dipertanggungjawabkan, jadi berusaha untuk menjernihkan permasalahan moral.
sumber: google